“Abang, abang, nanti jika main tubing di sungai ini, harap tetap menjaga keselamatan ya, bang? Jaraknya tidak begitu panjang, akan tetapi rasakan saja sendiri sensasinya,” ujar Sahidin, pemuda Desa Agusen ketika menyampaikan aturan bermain river tubing.
River Tubing -kegiatan meluncur bebas di sungai menggunakan ban bagian dalam kendaraan- kini menjadi salah satu aktivitas rekreasi andalan di Desa Agusen, Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues. Agusen adalah satu dari empat desa dampingan Yayasan Java Learning Centre (Javlec) – penerima hibah USAID LESTARI – yang setahun terakhir berbenah menjadi desa ekowisata.
Adapun Sahidin, yang akrab dipanggil Idin, adalah satu dari 38 pemuda yang dilatih Javlec dalam Pelatihan Ekowisata pada bulan Oktober – November 2017. Sembari menjadi pemandu, Idin juga tetap menanam kopi, mata pencaharian mayoritas penduduk setempat. Jalan Idin menjadi pemandu wisata cukup berliku. Bahkan perubahan hidupnya bersinggungan dengan perubahan yang perlahan hadir di Agusen.
Dari Ganja ke Ekowisata
“Dulu saya juga ikut ayah menanam ganja sekaligus mengemasnya. Kami memilih ganja karena kebutuhan ekonomi. Akses ke kota pada masa itu sangat sulit. Sehingga ongkos untuk menjual tomat ke Blangkejeren jadi tinggi,” ujar Idin sembari menatap desanya yang kini mulai ramai dan riuh.
Permintaan yang tinggi dan penegakan hukum yang lemah kala itu dimanfaatkan masyarakat untuk menanam ganja. Hal ini menyebabkan deforestasi di kawasan hutan Desa Agusen. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan mengingat Desa Agusen berdekatan dengan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kerusakan di Agusen artinya membawa ancaman bagi ekosistem di taman nasional. Menurut pernyataan Penghulu (lurah) Desa Agusen Pak Ramadan, penebangan kayu juga marak kala itu. Kayu umumnya ditebang untuk dijual ke luar desa dan juga digunakan untuk kayu bakar untuk mengolah minyak serai wangi.
Dampak kerusakan akibat penebangan hutan dirasakan warga, terutama terkait kondisi air. Idin menggambarkan perubahan debit air yang ekstrim di sungai ketika musim berganti. Di musim kemarau, tak ada air yang bergerak mengikuti kelok sungai. Sementara di musim hujan, air yang berlimpah berpotensi menyebabkan banjir. Jika dibiarkan, kerusakan hutan tak hanya menimbulkan bencana ekologis, namun juga ekonomi bagi masyarakat.
kopi Agusen, yang kini menjadi salah satu andalan ekonomi warga Agusen |
Sejak 2016, USAID LESTARI, melalui Javlec, bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mendorong pengelolaan hutan kolaboratif berbasis potensi lokal di Gayo Lues. Javlec bekerja di lima desa target yakni Agusen, Bustanussalam, Palok, Penggalangan dan Sentang. Javlec membantu pengembangan ekowisata dengan mendorong kelembagaan kelompok sadar wisata, pelatihan pemandu wisata juga promosi wisata. Pelatihan Ekowisata yang diadakan pada 31 Oktober – 1 November 2017 dan melibatkan perwakilan warga lima desa dampingan, staf KPH V dan Dinas Pariwisata Gayo Lues adalah salah satu kegiatan yang dibuat untuk membekali warga dengan pengetahuan dan keterampilan kepariwisataan.
Peluang bagi warga
Perubahan di Desa Agusen membuka peluang bagi penduduk untuk terlibat dalam pengelolaan hutan sembari tetap mendapat penghasilan tambahan. Idin adalah salah satu warga yang menikmati perubahan tersebut bahkan terlibat dalam mendorong perubahan di Agusen. Idin yang dulunya menanam ganja, kini menanam kopi dan serai wangi dan berlatih menjadi pemandu wisata. Ganja tidak lagi menjadi pilihannya, karena risiko hukum yang menanti. Ayahnya sempat tersangkut masalah hukum akibat ganja, sehingga ia harus berhenti kuliah. “Saya dulu kuliah jurusan Kesehatan Masyarakat di Medan. Namun baru semester empat akhirnya harus pulang kampung karena ayah kena musibah. Kasihan mamak tidak ada yang bantu,” tuturnya.
Idin bukan satu-satunya warga yang menyadari potensi wisata di desanya. Warga kian sadar pentingnya menjaga sungai dan hutan agar lestari dan dapat menarik wisatawan domestik dan internasional. Warga desa bahkan menyusun kesepakatan bersama secara lisan untuk tidak lagi menggunduli hutan. Dengan dukungan Javlec juga, atraksi river tubing akhirnya dikembangkan bersama dengan masyarakat.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk mempromosikan pariwisata di Agusen. Namun langkah pertama sudah dibuat, yakni mempersiapkan warga seperti Idin dan kawan-kawannya untuk terlibat aktif dalam pengembangan wisata di desa mereka. “Memang baru sedikit pengunjung yang datang, tetapi saya yakin ke depan akan semakin banyak wisatawan yang berkunjung. Karena itu, saya merasa tidak sia-sia ikut pelatihan pengelolaan wisata ini,” ucap Idin bersemangat.
Tak terasa, senja tiba di Agusen. Air sungai mengalir dengan derasnya sementara Idin dan Johan, pemandu lainnya, merapikan peralatan seperti baju pelampung, helm dan ban. Sesekali Idin memandang kawasan hutan yang terbentang di seberang sungai. Entah apa yang ada di benaknya. Namun Agusen sekarang berbeda dengan Agusen yang ia ceritakan di awal pertemuan kami.
Air mengalir, hutan mulai rimbun, suhu kembali sejuk dan tanaman kopi tumbuh subur di lereng bukit. “Kalau hutan ini kami jaga dengan baik, air sungai juga ikut terjaga. Sehingga masa depan kami, pemuda Desa Agusen ini juga akan ikut terjaga. Dan kami, tidak ingin lagi menjadi perusak hutan serta penanam ganja,” kata Idin.
Sahidin, alias Idin |
by : Yudi Randa
Post a Comment